Takdir pada manusia adalah perjalanan hidup yang telah ditentukan oleh Tuhan atas diri seseorang. Mulai dari kelahiran di keluarga yang bagaimana, bagaimana kondisi perekonomiannya, penyakit yang akan diderita, menikah dengan siapa, maupun mempunyai anak yang bagaimana, serta musibah atau penderitaan yang seperti apa.
Seorang anak tidak pernah bisa memilih orang tuanya, demikian juga orang tua tidak bisa memilih seorang anak seperti yang dikehendaki. Semua telah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Begitupun dengan jodoh, seolah-olah adalah kita yang memilih kepada siapa kita akan menyandarkan hidup, padahal bukan. Kalau tidak ada perjodohan yang ditetapkan, biar bagaimanapun saling mencintai sehidup semati terkadang harus kandas di tengah jalan. Dan terkadang hal yang tidak dapat dinalar adalah pilihan kita itu justru menikah dengan orang yang sama sekali tidak dicintai, yang secara fisikpun sangat jauh dari dambaannya, dan bahkan dalam perkawinannyapun penuh dengan perseteruan dendam kesumat.
Takdir adalah misteri kehidupan seseorang yang tidak dapat ditawar lagi, hanya bisa dijalani dengan lapang dada. Kalaupun ada upaya untuk merubah takdir dengan apa yang disebut oleh masyarakat dengan kata “diruwat” untuk membuang apes/sial, ataupun dibukakan pintu rejekinya, namun apakah benar hal itu dapat terwujud?.
Hal yang tidak dapat dipikirkan oleh manusia adalah resiko dari usaha-usaha merubah takdir tersebut. Mungkin sebelumnya kita pahami dulu sebuah prinsip alam semesta “Untuk memperoleh harus kehilangan, setelah kehilangan akan memperoleh”, Jika sesuatu tidak ada dalam takdir kehidupan kita, maka jika dengan paksa kita membuatnya ada, sebenarnya adalah kita telah merampas hak orang lain. Karena kita telah menjadi pihak yang diuntungkan maka lain kali kita harus membayar kerugian orang lain dengan suatu penderitaan dalam bentuk yang lain. Misalnya sakit, ketidakbahagiaan, kehilangan materi dalam bentuk lain, rumah kebakaran, kecelakaan, anak sakit, kemalingan, pokoknya semua yang memaksa kita harus mengeluarkan uang dari simpanan, atau yang memaksa kita untuk menderita, karena kita telah menambah dosa atas perbuatan mewujudkan keinginan kita.
Sebagai pihak yang telah kita ambil haknya, dan karena dia telah menderita kerugian atas perbuatan kita, maka dia akan memperoleh pahala dari pahala (De) hasil kebaikan yang telah kita kumpulkan selama ini untuk diberikan kepadanya. Jika pahala yang telah kita berikan kepada dia ini tidak dapat dia peroleh berkahnya di kehidupan dia yang sekarang, maka dia akan memperolehnya di kehidupan dia selanjutnya. Takdir sesungguhnya adalah diciptakan dari banyak sedikitnya pahala atau dosa seseorang yang dibawa dari kehidupan sebelumnya.
Seseorang yang pahalanya banyak maka ditakdirkan menjadi pejabat, kaya raya, semuanya ada, sebagai imbalan berkah atas pahala yang dibawanya di kehidupan sekarang ini. Untuk seseorang yang pahalanya sedikit atau yang dosanya banyak maka ditakdirkan baginya kehidupan yang menderita baik secara materi maupun fisik, mungkin cacat, atau sakit berkepanjangan, dan bahkan untuk mencari makanpun sangat sulit.
Terciptanya takdir adalah diatur sedemikian rupa oleh Tuhan dengan seadil-adilnya. Dengan pertimbangan dari banyak sedikitnya dosa atau pahala seseorang, juga benci dendam serta hutang budi yang ingin dilakukan oleh seseorang pada orang lain di kehidupan sebelumnya. Misalnya dikehidupan kita sebelumnya telah melakukan suatu kejahatan yang menyebabkan dia begitu dendam dan ingin membalas perbuatan kita, maka oleh Tuhan diberikanlah kesempatan bagi dia untuk membalasnya agar kita membayar dosa sebagai tanggung jawab kita. Itulah mengapa terkadang dalam kehidupan sehari-hari ada seseorang yang tanpa sebab begitu membenci kita mati-matian dan berusaha untuk selalui menyakiti bagaimanapun caranya, sedang kita bahkan merasa sama sekali benar-benar tidak pernah melakukan kesalahan padanya ataupun bahkan bertemu dia mungkin baru satu kali. Semua ini adalah karena kita telah melakukan perbuatan yang juga sangat menyakiti dia, dikehidupan kita sebelumnya. Sekarang giliran kita yang harus membayar rasa sakit itu oleh perbuatan dia. Dalam ajaran aliran Budha disebut karma bergilir. Kalau dulu orang tua berujar, jika seorang anak berani kepada orang tuanya, maka kelak dikehidupan berikutnya anak tersebut juga akan diperlakukan hal yang sama oleh anaknya.
Masalah hutang budipun oleh Tuhan diberikan kes-empatan bagi orang tersebut untuk membayar kebaikan yang dia telah peroleh kepada orang yang telah memberikan kebaikan tersebut. Mungkin selama ini kita belum mengerti mengapa ada orang yang begitu benci pada kita, tetapi kadang ada orang yang begitu baik dan selalu ingin menolong kita dengan sangat tulus, tanpa pamrih apapun, meskipun kita juga baru mengenal orang tersebut. Semua ini kemungkinan adalah karena kita telah memberikan kebaikan/budi kepada orang tersebut di kehidupan kita sebelumnya.
Dalam suatu keluarga mengapa seseorang mendapat seorang anak cacat bawaan lahir, atau kenapa seseorang menikah dengan si A dan bukan si B yang dia cintai dengan sepenuh hati, adalah karena hutang budi atau hutang karma kita sendiri di kehidupan kita sebelumnya.
Semua sebab dan alasan penentuan takdir atas diri seseorang, dilihat dari sejarah seseorang dari seluruh masa kehidupan yang telah dilalui, bukan tanpa sebab dan bukan suatu kebetulan jika Tuhan memberikan takdir bagus kepada si A atau takdir buruk kepada si B, itulah mengapa Tuhan disebut sebagai Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana.
Oleh sebab itu takdir yang telah diberikan kepada kita untuk dijalani, maka kita jalani saja dengan wajar. Jika kita mempunyai keterikatan yang sangat kuat untuk mengupayakan semua keinginan dan nafsu keduniawian kita agar terwujud, salah-salah kita hanya akan menambah dosa yang baru, dan itu berarti kita hanya akan menambah penderitaan yang baru pula di kehidupan kita. Lantas kem-ana kelak kita akan pergi setelah kematian kita? Bukankah dalam agama juga selalu diajarkan untuk mengumpulkan pahala dengan banyak berbuat baik, dan tidak melakukan perbuatan buruk? Semua ini adalah untuk bekal penentuan takdir di kehidupan kita yang akan datang.