Tingkat Kesadaran (Level of Consciousness )

"Ketika membicarakan keberadaan dunia lain dengan segala makhuk penghuninya (ghoib), ada orang yang percaya ada yang tidak, yang tidak percaya karena belum mengalami atau belum bisa melihat keberadaan dimensi tersebut, juga karena menyangkut tingkat kesadaran seseorang. Semakin tinggi kesadaran akan semakin bijaksana dalam mengambil keputusan yang hendak dilakukan, karena semua perbuatan manusia juga akan berdampak pada kehidupan di dimensi lain baik yang menentang ataupun yang mendukung atas pilihan tersebut. Maka terjadinya bencana alam dan penderitaan juga bukan suatu kebetulan--karena semua benda memiliki jiwa". Kenali dan pahami hukum alam semesta dan mekanismenya dalam bekerja : Sejati Baik Sabar (真善忍 - Zhēn Shàn Rěn) ----- www.falundafa.org (multi bahasa)

Benarkah Ada Surga di Kaki Ibu

Pepatah adanya surga di kaki seorang ibu, mengingatkan kita bahwa betapa pentingnya arti seorang ibu di sini. Seorang ibu adalah tempat berlindungnya seorang anak saat mengalami kesusahan atau permasalahan hidup. Seorang ibu juga yang berperan memberikan kenyamanan bagi seisi rumahnya, termasuk suaminya, sekaligus memberi pendidikan dan tauladan yang baik, yang bisa memberikan sebuah surga di dalam kehidupan nyata ini, dalam lingkup keluarganya.

Ibu yang mengetahui dengan jelas apa arti seorang ibu dan apa tugasnya sebagai seorang ibu, niscaya benar-benar bisa memberikan arti sebuah surga di dalam keluarganya. Sebuah keluarga yang penuh kedamaian dan kebahagiaan. Bukan sebuah keluarga yang amburadul sampai-sampai anak-anak dan suaminya tidak ada yang betah tinggal di rumah.

Seorang ibu yang penuh belas kasih, perhatian, lemah lembut dan penuh pengertian serta tidak membedakan anak satu dengan lainnya, niscaya akan menimbulkan suasana yang damai dan tentram.Tidak hanya itu, seorang ibu yang mampu bersikap demikian niscaya akan menimbulkan efek yang baik untuk seluruh isi keluarganya. Anak dan suaminya niscaya akan mencontoh perilkunya serta berlaku hormat kepadanya. Sebuah aura positif akan membawa kemurnian di lingkungannya. 

Seorang ibu pula yang dalam kehidupan sehari-hari mendidik anak sejak dia lahir hingga dewasa agar mampu memahami nilai-nilai kebajikan dalam kehidupan ini. Jadi bagaimana seorang ibu bisa mengajarkan kebajikan, jika ibu itu sendiri tidak tahu makna kebajikan yang sebenarnya, yang bahkan tidak bisa membedakan antara mendidik dan memanjakan anak yang berakibat merusak akhlaknya? 

Seorang ibu yang tidak bisa memberi contoh bersabar, ikhlas tanpa pamrih dan pilih kasih, berpikiran jernih dan berhati murni, bagaimana mungkin bisa mengajarkan budi perkerti yang baik kepada anaknya? Yang ada, seorang ibu hanya akan mengajarkan kebencian, keserakahan akan materi dan keegoisan dalam keluarganya, serta mengajarkan bagaimana menjadi pemenang dan menjadikan orang lain sebagai korban kepuasannya, memupuk nafsu bersaing dengan sesama yang akhirnya hanya akan merusak kemurnian jiwa si anak dan keluarganya.

Tugas seorang ibu mungkin terasa sangat berat, tapi dibalik semua itu, adalah pahala yang melimpah baginya jika mampu membawa kebaikan buat semua orang. Jika setiap ibu mampu berbuat begini bagi keluarganya, maka seluruh lapisan masyarakat pun akan mengalami perubahan kearah yang lebih baik.

Terkadang sebagai wanita banyak yang memprotes pepatah ini karena memberi kesan seolah-olah yang bertanggung jawab atas kebahagiaan keluarganya adalah seorang ibu, bagaimana kewajiban laki-laki sebagai suami?

Sebagai manusia yang punya kebajikan dan kebijakan tidak akan pernah mau berlomba dalam keburukan. Jika laki-laki sebagai suaminya bertingkah buruk, maka sebagai istri tidak perlu berlomba untuk bersikap buruk pula, atau bahkan lebih buruk dari dia. Karena bagaimanapun dosa adalah dipikul oleh si pembuat dosa itu sendiri, sebagai istri hanya bisa mengingatkan, dengan tulus dan belas kasih, niscaya akan berbuah kebajikan.

Ada juga seorang ibu yang salah menyalahkan artikan pepatah ini, dikiranya sebagai ibu adalah yang menentukan seorang anaknya bisa masuk surga atau tidak kelak setelah kematiannya. Dengan demikian setiap pandangan dan sikap perilaku seorang ibu tidak ada yang boleh menentang atau mengomentarinya. Kalau menentang dianggap sebagai anak yang durhaka dan tidak akan bisa masuk surga. Sementara seorang ibu itu sendiri tidak pernah menyadari kalau perbuatan dan sikapnya telah melukai suami dan anaknya sendiri, tanpa sadar setiap hari mengomel dari A sampai Z, setiap hari berkata kasar hanya karena ingin menuruti keinginanya sendiri. Jika memang ada surga di telapak kaki ibu, tentunya adalah seorang ibu yang bagaimana yang ada surga di telapaknya?, sehingga keluarganya seakan telah menemukan sebuah surga di dunia ini.

Dibicarakan lebih mendalam, untuk bisa mencapai surga adalah dengan bersikap dan berperilaku sesuai dengan kriteria hukum Tuhan. Dalam lingkungan yang rumit, dalam permasalahan dan penderitaan yang berbelit, jika seseorang mampu melewati dengan baik dan ikhlas, niscaya surga tidak jauh dari kita.

Seorang ibu hanyalah sebagai perantara atau jalan kita menyebarang agar sampai ke surga. Seandainya ibu kita, bapak kita, saudara kita atau siapapun yang telah memberikan penderitaan baik lahir maupun batin, semua itu adalah ujian yang dicipta oleh Tuhan buat kita, untuk dilihat apakah kita mampu melewati ujian tersebut dengan lapang dada dan tanpa mendendam. Jika kita mampu melewatinya niscaya surga ada di depan kita. Tuhan tidak membedakan umatnya, apapun agamanya, entah dia kaya atau miskin, seorang ibu atau seorang ayah, ataupun seorang anak semua diperlakukan hal yang sama dalam upayanya menuju ke surga. Jika dia seorang ibu maka mungkin ujiannya adalah melalui suami dan anaknya, dan jika dia seorang bapak maka ujiannya mungkin melalui istri dan anaknya. Semua manusia diberi ujian untuk menyaring siapa yang layak menjadi penghuni di surgaNya.