Tanyakan pada hati nurani! Di manakah hati nurani kita? Tidak punya hati nurani! Apakah hati nurani itu?
Banyak dari kita sering mendengar kalimat-kalimat seperti ini, namun jarang yang bisa menjabarkan makna yang sesungguhnya tentang hati nurani.
Dalam kehidupan sehari-hari, saat kita mempunyai pikiran untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari kebaikan, kita akan merasakan satu sisi hati kita akan membisikkan larangan agar tidak melakukan niat pikiran buruk kita tadi, namun sekejap kemudian ada bisikan hati yang lain untuk membujuk agar kita tetap melakukan niat hati yang semula. Saat niat semula belum terlaksana, seolah-olah ada perseteruan dalam hati, antara yang membujuk agar terlaksana dan yang melarang agar tujuan tidak terlaksana.
Demikian juga saat hati nurani menyuruh kita melaku-kan suatu kebaikan, saat itu pula akan muncul pikiran yang lain untuk membujuk serta menghalangi niat baik hati kita. Seolah-olah muncul logika matematika tentang kerugian-kerugian yang akan kita temui jika kita tetap mau melakukan kebaikan tersebut. Misalnya saat kita ingin memberi atau meminjamkan uang pada seseorang maka akan muncul pikiran yang menyerukan bahwa kita nanti akan membutuhkan uang tersebut, bagaimana jika mendadak kita kehabisan uang, atau bagaimana jika tiba-tiba anak sakit dan membutuhkan uang tersebut untuk berobat dan sebagainya. Atau bahkan muncul pikiran balas dendam karena kita merasa pernah teraniaya oleh orang yang hendak kita tolong tersebut dan berseru serta menghujat : “Rasain sendiri tuh..dulu kamu bukankah selalu bersikap tidak baik pada saya? Lalu mengapa sekarang saya harus bersikap baik pada kamu? Jadi sekarang impas dong!”. Atau berkata dengan bersorak kegirangan “Ha..ha.. ha.. akhirnya Tuhan membalas perbuatan tidak baik yang dahulu pernah kamu lakukan terhadap saya, sekarang ra-sakan pembalasan-Nya!”.
Dalam filosofi orang jawa, manusia saat terlahir mem-punyai empat jiwa sebagai kembarannya, yang lahir ber-sama-sama dengannya. Dalam buku Zhuan Falun, dikatakan manusia mampunyai Zhu Yuanshen (Jiwa Utama) dan Fu Yuanshen (Jiwa sekunder) yang menguasai satu tubuh. Jumlah Fu yuanshen berbeda-beda ada yang mempunyai satu, dua, tiga, empat, bahkan lima. Tubuh manusia jika tidak ada Yuanshen, tidak ada tabiat, watak dan karakter, bila tanpa semua ini hanya merupakan segumpal daging, dia tidak akan menjadi seorang manusia yang lengkap dengan kepribadian mandiri.
Fu Yuanshen atau jiwa sekunder, yang berada di di-mensi lain dapat melihat hakikat suatu urusan, mengetahui hal-hal mana yang salah dan yang benar, tidak dibuat sesat oleh masyarakat manusia, sedangkan Zhu Yuanshen (Jiwa Utama) mudah tergoda oleh nafsu duniawi. Untuk manusia yang mempunyai bawaan dasar baik mudah dikendalikan oleh kehidupan tingkat tinggi, Fu Yuanshennya juga berasal dari tingkat tinggi. Semakin tinggi tingkat Fu Yuanshennya berasal, hal-hal yang diketahui semakin sesuai dengan kebenaran dari prinsip-prinsip kebenaran dari Tuhan. Sedangkan untuk manusia yang bakat dan bawaan dasarnya rendah mudah dipengaruhi oleh informasi dari kehidupan tingkat rendah yang menyesatkan.
Hati nurani adalah informasi yang disampaikan oleh Fu Yuanshen manusia, karena Fu Yuanshen manusia pada umumnya berasal dari tingkatan yang lebih tinggi daripada Zhu Yuanshennya, dengan demikian Fu Yuanshen lah yang selalu menjaga manusia agar terhindar dari perbuatan yang menyimpang dari hukum Tuhan. Fu Yuanshen yang selalu mengingatkan manusia agar selalu berada di jalur yang benar dalam menapaki jalan kehidupannya selama menjadi manusia.
Namun begitu Zhu Yuanshen juga adalah kesadaran utama manusia, dialah yang memegang kendali untuk memutuskan segala sesuatu yang hendak dilakukan. Meskipun hati nurani kita mengingatkan untuk selalu berjalan di jalan lurus, namun jika kesadaran utama kita memutuskan untuk tetap melakukan perbuatan buruk, maka tetap saja kita akan melakukan perbuatan salah yang telah kita putuskan tersebut.
Zhu Yuanshen manusia yang mudah terpengaruh oleh keduniawian akan mudah dituntun oleh informasi-informasi yang membujuk kita untuk selalu berjalan di jalan yang menyimpang, karena informasi yang dibawa/diperoleh adalah informasi dari unsur-unsur negatif yang berusaha menyesatkan Zhu Yuanshen/kesadaran utama kita. Meskpiun hati nurani selalu mengingatkannya, namun apa daya tangan tak sampai karena jika kesadaran utama kita tetap mengambil keputusan yang menyimpang tersebut, maka tetap saja kita melakukan suatu keburukan, sesuai dengan informasi yang menyesatkan yang diperoleh oleh Zhu Yuanshen kita.
Untuk menghindarkan diri dari perbuatan dosa karena perbuatan buruk maka kita harus mendengarkan bisikan hati nurani. Saat terjadi perseteruan isi hati antara hati nurani kita dengan bisikan hati yang mengajak keburu-kan, maka segera kuatkanlah kesadaran utama kita untuk mengikuti bisikan hati nurani yang jelas-jelas akan membawa kita melakukan hal-hal yang benar. Sebagai contoh, saat kita berpikir untuk berbohong demi menutupi perbuatan buruk kita, maka hati nurani anda akan membisikkan larangan untuk tidak berbohong, atau saat kita mau memamerkan diri, hati kita membisikkan untuk tidak memamerkan diri, saat kita ingin menyebarkan hasutan, gosip dll yang buruk, akan ada suara hati yang melarang kita melakukan hal-hal tersebut.
Saat manusia sudah tidak mau mendengarkan hati nuraninya, niscaya akan selalu melakukan hal yang tidak benar, hanya saja kita tetap bersyukur karena hati nurani kita tidak bosan-bosannya menyertai dan membimbing kita sepanjang hidup kita. Setelah raga ini terpisah dari jiwa kita maka barulah Fu Yuanshen berpisah dengan Zhu Yuanshen untuk menjalani kehidupan masing-masing. Mungkin Fu Yuanshen masuk surga, sedang Zhu yuanshen harus menjalani reinkarnasi dalam enam jalur reinkarnasi, atau malah mengalami pemusnahan total di neraka yang tak berujung pangkal tingkatannya.