Tingkat Kesadaran (Level of Consciousness )

"Ketika membicarakan keberadaan dunia lain dengan segala makhuk penghuninya (ghoib), ada orang yang percaya ada yang tidak, yang tidak percaya karena belum mengalami atau belum bisa melihat keberadaan dimensi tersebut, juga karena menyangkut tingkat kesadaran seseorang. Semakin tinggi kesadaran akan semakin bijaksana dalam mengambil keputusan yang hendak dilakukan, karena semua perbuatan manusia juga akan berdampak pada kehidupan di dimensi lain baik yang menentang ataupun yang mendukung atas pilihan tersebut. Maka terjadinya bencana alam dan penderitaan juga bukan suatu kebetulan--karena semua benda memiliki jiwa". Kenali dan pahami hukum alam semesta dan mekanismenya dalam bekerja : Sejati Baik Sabar (真善忍 - Zhēn Shàn Rěn) ----- www.falundafa.org (multi bahasa)

Introspeksi Diri vs Ekstrospeksi Diri

Setiap nasihat yang kita dengar atau kita baca selalu menyarankan kita untuk melakukan introspeksi diri, yang oleh orang pada umumnya diartikan sebagai bercermin diri atau melihat ke dalam diri sendiri. Sebaliknya kita tidak pernah mendengar saran untuk melakukan ekstrospeksi diri. Karena kata ekstrospeksi memang mempunyai makna yang sebaliknya dengan introspeksi. Ekstrospeksi adalah melihat keluar ke orang lain, cenderung mempunyai arti negatif untuk mencari pembenaran diri sendiri.

Instrospeksi diri dilakukan agar jangan sampai kita melakukan kesalahan dalam hal menyakiti atau merugikan orang lain. Sebagai contoh, jika kita tidak ingin dicubit maka kita jangan mencubit orang lain, kalau kita tidak ingin dirugikan maka kita juga jangan merugikan orang lain, ataupun jika kita tidak ingin dibohongi maka kitapun jangan berbohong, dsb. Dengan selalu melakukan introspeksi diri niscaya kita akan terhindar dari perbuatan yang tidak benar, yang pada akhirnya hanya akan menambah dosa kita. Dengan selalu melakukan introspeksi diri akan melatih kita agar selalu berpikir untuk kepentingan orang lain terlebih dahulu, sebelum kita berpikir untuk kepentingan diri sendiri.

Ekstrospeksi diri biasanya dilakukan oleh orang yang egois, yang mementingkan diri sendiri dalam upaya mencari pembenaran atas sikap dan perilaku yang tidak benar dalam dirinya. Sebagai contoh, jika dia suka berbohong dia akan berpikir bahwa orang lain juga pasti berbohong seperti dirinya. Jika dia selingkuh atau melakukan perbuatan curang, dia akan berkata bahwa orang lain juga pasti melakukan seperti apa yang dia lakukan. Orang ini selalu berburuk sangka pada orang lain karena dia tidak percaya bahwa ada orang yang lebih baik dari dirinya. Kecenderungan dari orang yang tidak percaya pada orang lain adalah karena dirinya sendiri memang juga tidak bisa dipercaya. Dengan pola pikir seperti ini orang tersebut cenderung akan selalu dituntun untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk.

Pernah suatu ketika bertemu dengan seseorang yang berburuk sangka pada setiap orang, kebetulan dia adalah seorang janda yang dari segi perekonomiannya bisa dibilang pas-pasan. Dia bilang bahwa dia melakukan sedikit kecurangan adalah hal yang wajar, begitupun ketika melakukan perselingkuhan dengan suami orang lain pun dianggapnya sah-sah saja, katanya demi menyambung hidup dan memenuhi nafsu sex-nya karena status jandanya yang pas-pasan itu. Ketika ditanya mengapa dia berpikir bahwa apa yang dia lakukan dianggapnya sebagai hal yang lumrah dan wajar, dia menjawab bahwa semua orang yang kondisinya sama seperti dia pasti juga melakukan hal yang sama dengan yang dia lakukan. Bahkan dia tidak percaya kalau ada orang lain yang tidak melakukan semua itu. Di dalam konsep pikirannya, dia selalu berpikir bahwa kalau dia buruk orang lain juga pasti buruk seperti dia. 

Suatu ketika pernah melihat seseorang yang mempunyai pola pikir buruk seperti pada umumnya orang yang suka melakukan ekstrospeksi diri. Dia dan teman-teman dekatnya selalu melakukan hal dan hobi yang sama buruknya, mereka menjadi saling membenarkan dan saling menyemangati setiap apa yang telah mereka lakukan secara menyimpang, bukannya saling mengingatkan untuk menghentikan tabiat buruk mereka. Di dalam benak mereka, semua orang juga akan melakukan seperti apa yang mereka lakukan. 

Namun di jaman sekarang yang nilai moralnya sudah merosot sangat tajam ini, di mana tolok ukur kriteria baik dan buruk sudah mengalami distorsi atau peyimpangan, maka dalam menilai baik dan buruk menjadi salah kaprah, yang seharusnya buruk dikatakan baik, yang baik dikatakan buruk. Jaman sekarang kesetiaan dikatakan kampungan, tahu tata krama/kesopanan dikatakan norak. Sedangkan tindakan penyelewengan dikatakan pahlawan pemberani, penampilan kacau ala orang gila dan gaya ugal-ugalan dikatakan penampilan keren dan beken yang artistik. 

Karena tolok ukur yang sudah menyimpang ini, maka tindakan introspeksi diripun menjadi ikut menyimpang pula. Sebagai contoh, seorang suami yang melakukan perselingkuhan ketika ditanya mengapa dia selingkuh dan apakah dia tidak sakit hati jika istrinya juga selingkuh, jawabnya dia tidak sakit hati jika istrinya juga melakukan perselingkuhan. Dia katakan hal itu sebagai sifat toleransi terhadap istrinya. Atau ketika seorang pemuda menghamili pacarnya dan tidak bertanggung jawab, saat ditanya apakah tidak terpikir jika adiknya atau anak perempuannya kelak juga diperlakukan hal yang sama oleh orang lain, jawabnya adalah dia akan mencari pelakunya dan bila perlu dibunuhnya jika tidak mau bertanggung jawab.

Pola instropeksi diri yang sudah menyimpang, pada kenyataannya lebih dipengaruhi oleh pemikiran masa bodoh dan semau gue karena tidak tahu nilai-nilai kebaikan. Perasaannya sudah bebal, sudah tidak bisa merasakan perasaan orang lain dan memikirkan kepentingan orang lain, suka cari enaknya sendiri dan membalas jika dirugikan. Moto yang ada dalam benaknya adalah “Karena saya ingin menampar Anda maka saya tampar Anda, jika Anda tampar saya maka saya akan balas Anda lebih banyak lagi”, Sikap egois dan mau menang sendiri serta aji mumpung yang akan selalu dia terapkan dalam kehidupannya sehari-hari demi mencari kenikmatan.